Anthem for No One

Hilmy Fadiansyah
3 min readMay 21, 2023

--

21 Mei 1998, sang diktator Soeharto, mengumumkan secara resmi turun mandat kuasanya. Semua masyarakat sorak merayakan apa yang telah mereka perjuangkan, selama bertahun-tahun dihantui ancaman a la militer, korup luarbiasa, dengan berbagai muslihat yang diperbuatnya. Momen tersebut dicap sebagai reformasi, yang selama ini diidam-idamkan. Saya pribadi jelas tak merasakan langsung apa yang terjadi saat itu, usia dan memori belum mencukupi untuk dapat mengingat situasi tersebut. Yang menjadi acuan hanya dari buku dan artikel sejarah, serta cerita dari orang-orang yang bersangkutan langsung.

Dari berbagai arus masyarakat yang turun untuk menggulingkan negara pada saat itu, yang cukup saya yakini adalah berbagai motif dibaliknya, dengan kepentingan yang berbeda-beda. Catatan untuk kelompok (aktivis) yang memang sudah muak dengan busuknya negara dibawah kepemimpinan Soeharto, saya dapat memahami betapa berharganya momen tersebut. Seluruh tenaga dan pikiran hanya tertuju pada bagaimana Soeharto harus lengser. dan terjadilah.

Layaknya perlawanan rakyat Kuba, atau ambil alih kendali di Prancis. Reformasi disini pun tentu dirayakan, sangat dirayakan. Namun ternyata ‘kegelapan’ belum sepenuhnya hilang. Setelah reformasi, banyak orang yang lepas arah, semua energi telah habis, dan tak tahu harus melakukan apa. Ternyata ‘hantu’ masih menggentayangi, apa yang telah direncanakan setelah reformasi tak sepenuhnya dapat terlaksana, kemenangan yang dibayangkan tak sesuai rencana, hanya menjadi utopia belaka. Dibalik sejarah yang ditancapkan, tak sedikit rasa frustasi muncul di beberapa kalangan. Menjadi nihil.

Banyak yang memilih jalan kabur kedalam yang lebih gelap, sampai nyawa ditaruhkan. Terjadi degradasi moral dengan berbagai kasus di beberapa orang. Kecewa dengan keadaan, perubahan ternyata tak benar-benar dirasakan (ke arah lebih baik). Ironis memang. Seperti Andy Dufresne yang pada akhirnya merasa sia-sia dan kebingungan setelah perjuangan panjang melarikan diri dari penjara.

Uraian diatas bukan maksud untuk mendiskreditkan perjuangan para aktivis yang memegang peranan penting di tahun 1998, tetapi garis bawahi cerita selanjutnya, bagaimana kondisi negara yang masih tanpa harapan, yang telah busuk dari akar. Kisah ini menjadi pengingat untuk 19 tahun setelahnya.

Jalan Sangkuriang, Bandung, 21 Mei 2017 menjadi saksi lahirnya cita-cita pemuda naif yang ingin melanjutkan estafet pengarsipan musik dan visual. Disana, Highvolta Media resmi diberi akta kelahiran, yang ternyata persis dengan perayaan lengsernya masa otoriter di Indonesia bersama Soeharto.

Dalam beberapa artikel yang telah ditulis, saya bersama kawan di Highvolta telah banyak bercerita bagaimana media ini terealisasi, atau basa-basi semangat masih eksis sampai hari ini (walau banyak mati suri). Hari ini tepat 6 tahun Highvolta mengudara, di momen ini saya tak ingin banyak meromantisasi capaian apa saja yang telah diraih, namun ingin menjadi bahan refleksi dari apa yang telah dikerjakan dan apa yang akan datang.

Selama ini kami sering luput dengan hal-hal yang esensial, perihal kecil yang ternyata berdampak besar. Walau Highvolta bukan barang penting bagi khalayak besar, serta tak banyak memiliki pengaruh dalam arena yang dijalani. Tetapi setidaknya orang-orang yang terlibat sudah kadung bergantung pada wadah ini, khususnya saya.

Wacana-wacana yang terucap banyak yang tak terealisasikan, dengan berbagai alasan, yang pada akhirnya kami dikecewakan oleh ludah kami sendiri. Tak sia-sia memang, bahkan melebihi ekspektasi selama 6 tahun melakukan kesenangan ini, sedikit banyak kami mendapat ‘keuntungan’ dari apa yang dilakukan dan dicatat. Bila harus berhenti pun, saya rasa cukup untuk bekal mengorganisir hal lain di kemudian hari.

Berkaca pada masa gelap paska-reformasi, kejadian-kejadian pahit yang melanda saat itu menjadi pengingat bagi kami di Highvolta untuk setidaknya berpikir dan berstrategi lebih baik. Walau banyak hal yang tak dapat dikendalikan, sekurang-kurangnya jangan sampai mati berdiri, tak tahu harus berbuat apa lagi.

Bagaimanapun, catatan ini disimpan untuk bekal menjalani tahun-tahun hancur berikutnya, kesiapan menghadapi dan menjalani apa yang diinginkan. Selayaknya hari lahir, tetap patut untuk dirayakan, dan apresiasi kepada semua yang telah dilibatkan.

6 tahun Highvolta Media, apapun kedepannya semoga selalu menjadi jalan lain dari kerumitan hidup yang tak ada habisnya. Because we still have the gasoline and the words is waiting to burnt.

--

--